Selasa, 30 Oktober 2018

Tata Cara Wudhu Yang Benar Sesuai Sunnah Nabi Saw

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sahabat Hukum Thaharah Yang WAJIB Anda Ketahui) dan Berwudhu (pada artikel - Dahsyatnya Keutamaan wudhu untuk kita ketahui). Banyak saudara kita seiman dan seaqidah yang masih belum memahami problem Tata Cara Wudhu Yang Benar Sesuai Sunnah Nabi SAW. Sementara sasaran kita dalam mengerjakan ibadah shalat yakni dengan mencapai kesempurnaan shalat. Dan yang menjadi langkah awal dalam ibadah shalat yakni wudhu. Namun apakah tata cara wudhu kita selama ini sudah sesuai yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam?

Tata Cara Wudhu Yang Benar Sesuai Sunnah Nabi SAW

 kali ini kita akan melanjutkan pembahasan yang kemudian kita perihal Thaharah   Tata Cara Wudhu Yang Benar Sesuai Sunnah Nabi SAW
Gambar ilustrasi -  Tata Cara Wudhu Yang Benar Sesuai Sunnah Nabi SAW

Ternyata sebagian besar umat muslim masih mempertanyakan apakah tata cara wudhunya sudah sesuai dengan yang dicontohkan oleh Nabi kita atau belum. Kebimbangan dalam diri dan tanpa upaya untuk mencari tahu yakni sebuah kesalahan fatal yang telah kita biarkan selama ini. Tidak kahawatikah kita dengan shalat kita nanti? Ketika kita diperhadapkn pada Persidangan Allah Subhanahu Wata'ala?

Wudhu yakni pecahan dari pecahan pembahasan Thaharah, alasannya yakni pentingnya wudhu untuk mensucikan diri kita, maka kami tim sahabat LangitAllah.com berupaya untuk saling ingat mengingatkan dalam kebaikan dan taqwa.

Berikut ini akan kita uraikan satu persatu, perihal Tata Cara Wudhu Yang Benar Sesuai Sunnah Nabi SAW.

WUDHU


A. Tata caranya:

Dari Humran bekas budak ‘Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu anhu :

أَنَّ عُثْمَانَ دَعَا بِوَضُوْءٍ فَتَوَضَّأَ: فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ، ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْمِرْفَقِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُسْرَى مِثْلَ ذلِكَ، ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ غَسَلَ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوْئِ هذَا ثُمَّ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوْئِ هَذَا ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ لاَ يُحَدِّثُ فِيْهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.

“’Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu anhu minta diambilkan air wudhu kemudian berwudhu. Dia cuci kedua telapak tangannya tiga kali. Kemudian berkumur-kumur dan menghirup air ke hidung kemudian mengeluarkannya. Lalu membasuh wajahnya tiga kali, kemudian membasuh tangan kanannya hingga ke siku tiga kali, begitupula dengan tangan kirinya. Setelah itu, ia usap kepalanya lantas membasuh kaki kanannya hingga ke mata kaki tiga kali, begitupula dengan kaki kirinya. Dia kemudian berkata, ‘Aku pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu sebagaimana wudhuku ini, kemudian Rasulullah bersabda, ‘Barangsiapa berwudhu menyerupai wudhuku ini, kemudian shalat dua raka’at dan tidak berkata-kata dalam hati [1] dalam kedua raka’at tadi, maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu.’”

[1] : Tentang urusan-urusan dunia, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam Syarh Muslim.-ed.
Ibnu Syihab menyampaikan bahwa ulama-ulama kita berkata, “Wudhu ini yakni wudhu paling tepat yang dilakukan seseorang untuk shalat.” [Muttafaq ‘alaihi: [Shahiih Muslim (I/204 no. 226)], ini yakni lafazhnya, Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (I/266 no. 164), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (I/180 no. 106), dan Sunan an-Nasa-i (I/64).

B. Syarat sahnya


1. Berwudhu diawali dengan Niat

Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ.

“Sesungguhnya perbuatan itu tergantung pada niat.”
[Muttafaq ‘alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (I/9 no. 1)], Shahiih Muslim (III/1515 no. 1907), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (VI/284 no. 2186), Sunan at-Tirmidzi (III/100 no. 1698), Sunan Ibni Majah (II/1413 no. 4227), dan Sunan an-Nasa-i (I/59).

Tidak disyari’atkan mengucapkannya, lantaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengerjakannya.

2. Mengucap Basmalah

Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لاَ وُضُوْءَ لَهُ، وَلاَ وُضُوْءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللهِ عَلَيْهِ.

“Tidak sah shalat seseorang tanpa wudhu. Dan tidak ada wudhu untuk seseorang yang tidak menyebut nama Allah.” [Hasan: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 320)], Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (I/174 no. 101), dan Sunan Ibni Majah (I/140 no. 399).

3. Berkesinambungan (tidak terputus)

Berdasarkan pada hadits Khalid bin Ma’dan:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى رَجُلاً يُصَلِّي وَفِيْ ظَهْرِ قَدَمِهِ لُمْعَةً قَدْرَ الدِّرْهَمِ لَمْ يُصِبْهَا الْمَاءُ فَأَمَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُعِيْدَ الْوُضُوْءَ وَالصَّلاَةَ.

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seorang pria sedang melaksanakan shalat, sedangkan pada punggung telapak kakinya ada pecahan sebesar uang dirham yang tidak terkena air. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menyuruhnya mengulang wudhu dan shalatnya.” [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 161)], Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (I/296 no. 173).


C. Rukun-rukun Wudhu


  1. 1, 2. Membasuh wajah, termasuk berkumur dan menghirup air melalui hidung.
  2. 3. Membasuh kedua tangan hingga siku. [6]
  3. 4, 5. Mengusap seluruh kepala. Dan indera pendengaran termasuk kepala.
  4. 6. Membasuh kedua kaki hingga mata kaki.

[6] Imam asy-Syafi’i berkata dalam al-Umm (I/25), “Membasuh kedua tangan tidaklah cukup kecuali dengan membasuh antara ujung-ujung jemari hingga siku. Dan tidaklah cukup kecuali dengan membasuh sisi luar, dalam, dan samping kedua tangan, hingga sempurnalah membasuh keduanya. Jika meninggalkan sedikit saja dari pecahan ini, maka tidak boleh".

Allah Subhanahu wata'ala berfirman di dalam Al Qur'an, Surah Al-Maaidah ayat 6, yang berbunyi :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kau hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu hingga dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu hingga dengan kedua mata kaki…” [QS. Al-Maa-idah: 6]

Perihal berkumur-kumur serta menghirup air ke dalam hidung, maka disebabkan keduanya masih termasuk (membasuh) wajah, hingga wajiblah aturan keduanya. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan membasuhnya dalam Kitab-Nya yang mulia. Dan telah terang tanpa kontradiksi di dalamnya bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam melakukannya dalam wudhu secara terus-menerus. Semua yang meriwayatkan serta menjelaskan tata cara wudhu dia (Shallallahu ‘alaihi wa sallam) juga menyebutkannya. Itu semua menyampaikan bahwa membasuh wajah yang diperintahkan dalam al-Qur-an yakni dengan berkumur dan menghirup air ke dalam hidung. [As-Sailuul Jarraar [(I/81)].

Dalam hadits yang lain dengan substansi Serup, juga terdapat perintah mengerjakan keduanya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَلْيَجْعَلْ فِي أَنْفِهِ مَاءً ثُمَّ لِيَسْتَنْثِرْ.

“Jika salah seorang di antara kalian berwudhu, jadikanlah (hiruplah) air ke dalam hidungnya, kemudian semburkanlah.” [Shahiih al-Jaami’ush Shaghiir (no. 443)], Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (I/234 no. 140), dan Sunan an-Nasa-i (I/66).
Serta dalam hadita yang lain, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam juga menyebutkan dalam sabdanya

وَبَالِغْ فِي اْلاِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ صَائِمًا.

“Hiruplah air ke hidung dengan sangat, kecuali jikalau kau sedang berpuasa.” [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 129, 131)], Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (I/236 no. 142, 144)

Dan juga sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam :

إِذَا تَوَضَّأْتَ فَمَضْمِضْ.

“Jika engkau berwudhu, maka berkumurlah.” [Ibid.]

Dalam berwudhu, mengusap kepala dilakukan merata dengan aturan wajib. Karena perintah mengusap dalam al Qur'an masih bersifat global, maka klarifikasi lebih rinci dikembalikan kepada Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam. Disebutkan dalam Ash-Shahihain dan yang lainnya bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap kepala dia secara merata. Di sini terdapat dalil atas aturan wajibnya mengusap kepala secara tepat ketika melaksanakan wudhu.

Dalam sebuah kasus, jikalau suatu ketika ada yang bertanya, “bagaimana dengan penyataan dalam hadits al-Mughirah disebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap ubun-ubun dan pecahan atas sorban beliau?”

Maka jawabannya adalah, “Beliau mencukupkan mengusap ubun-ubun saja lantaran membasuh sisa kepala telah tepat dengan mengusap pecahan atas sorban. Inilah pendapat kami. Bukan berarti ini yakni dalil atas bolehnya mencukupkan mengusap ubun-ubun atau sebagian kepala tanpa menyempurnakannya dengan mengusap pecahan atas sorban.” [Tafsiir Ibni Katsiir [(II/24)], dengan pengubahan.
Sehingga dengan demikian sanggup disimpulkan bahwa, wajib mengusap kepala secara merata. Dan orang yang mengusap, jikalau suka, dia boleh mengusap kepala saja, atau pecahan atas sorban saja, atau boleh juga kepala dan pecahan atas sorban. Semuanya benar dan ada dalilnya.

Sesangkan kedua indera pendengaran kita merupakan pecahan yabg tidak terpisah dari kepala. Maka wajib aturan mengusap keduanya. Dasarnya yakni sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, yang berbunyi :

اَلأُذُنَانِ مِنَ الرَّأْسِ.

“Kedua indera pendengaran yakni pecahan dari kepala.” [Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 357)] dan Sunan Ibni Majah (I/152 no. 443).

7. Berwudhu dwngan menyela-nyela jenggot

Berdasarkan hadits Anas bin Malik Radhiyallahu anhu : “Jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berwudhu, dia ambil segenggam air kemudian memasukkannya ke bawah dagunya. Dengan air itu dia sela-selai jenggotnya. Beliau lantas bersabda:

هكَذَا أَمَرَنِي رَبِّيعز عزوجل .

“Begitulah Rabb-ku Azza wa Jalla memerintahku.” [Shahih: [Irwaa’ al-Ghaliil (no. 92)], Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (I/243/ no. 145), dan al-Baihaqi (I/54).


8. Berwudhu dengan menyela-nyelai jari-jemari kedua tangan dan kaki

Hal ini menurut sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yaitu :

أَسْبِغِ الْوُضُوْءَ، وَخَلِّلْ بَيْنَ اْلأَصَابِعِ، وَبَالِغْ فِي اْلاِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ صَائِمًا.

“Sempurnakanlah wudhu, sela-selai jari-jemari, dan hiruplah air ke dalam hidung dengan kuat, kecuali jikalau engkau sedang berpuasa.”


D. Sunnah-Sunnah Wudhu

1. Bersiwak (menggosok atau membersihkan ekspresi dan gigi)

Dalam sebuah hadits, dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia menyampaikan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:

لَوْ لاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ َلأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ الْوُضُوْءِ.

“Seandainya tidak memberatkan umatku, pasti kuperintahkan mereka bersiwak tiap kali berwudhu.”

2. Membasuh kedua telapak tangan tiga kali pada awal wudhu

Hal ini didasarkan pada riwayat dari ‘Utsman Radhiyallahu anhu dalam ceritanya perihal tata cara wudhu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Beliau membasuh kedua telapak tangannya tiga kali.”

3. Menggabungkan berkumur dan menghirup air ke dalam hidung dengan segenggam air sebanyak tiga kali.


Hal ini bersasarkan pada hadits ‘Abdullah bin Zaid ketika dia mengajarkan wudhu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salla : “Beliau berkumur dan menghirup air ke dalam hidung dari satu genggam tangan. Dan dia melakukannya sebanyak tiga kali.” [Shahih: [Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 125)] dan Shahiih Muslim (I/210 no. 235).

4. Melakukan keduanya dengan besar lengan berkuasa dan bersamaan bagi yang tidak puasa.
Hal ini menurut pada sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam :

وَبَالِغْ فِي اْلاِسْتِنْشَاقِ إِلاَّّ أَنْ تَكُوْنَ صَائِمًا.

“Hiruplah air ke dalam hidung dengan kuat, kecuali jikalau engkau sedang puasa.”

5. Mendahulukan anggota badan yang kanan daripada yang kiri
Hal ini menurut pada hadits ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma (istri dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam) :

كَـانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحِبُّ التَّيَـامُنُ فِيْ تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطَهُوْرِهِ وَفِيْ شَأْنِهِ كُلِّهِ.

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam suka mendahulukan pecahan kanan ketika menggunakan sandal, menyisir rambut, bersuci, dan dalam semua hal.” [Muttafaq ‘alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (I/269/168)], Shahiih Muslim (I/226 no. 268), (XI/199 no. 4122), dan Sunan an-Nasa-i (I/78).

Perihal ini juga didasarkan pada kisah ‘Utsman ketika menceritakan tata cara wudhu Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam : “Beliau membasuh pecahan kanan kemudian pecahan kiri.”

6. Menggosok-gosok

Hal ini menurut pada hadits ‘Abdullah bin Zaid: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi tiga mudd air. Beliau kemudian berwudhu dan menggosok kedua tangannya.”[Sanadnya shahih: [Shahiih Ibni Khuzaimah (I/62 no. 118)].

7. Membasuh anggota badan sebanyak tiga kali

Hal ini menurut pada hadits ‘Utsman Radhiyallahu anhu : “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam wudhu dengan membasuh tiga kali.”

Ada juga dalil dengan sanad yang shahih yang menyatakan bahwa beliau, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah wudhu dengan membasuh sekali atau dua kali. [Hasan Shahih: [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 124)], Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (I/258 no. 158), dari hadits ‘Abdullah bin Zaid. Diriwayatkan juga dalam Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (I/230 no. 136), Sunan at-Tirmidzi (I/31 no. 43), dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.

Disunnahkan juga mengulang usapan kepala secara adakala atau tidak dilakukan tiap kali ber wudhu.

Hal ini menurut riwayat shahih dari ‘Utsman. Bahwa dia berwudhu kemudian mengusap kepala tiga kali. Dia kemudian berkata: “Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu menyerupai ini.” [Hasan Shahih: [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 101)] dan Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (I/188 no. 110).

8. Dilakukan Berurutan

Dan begitulah adanya kebanyakan wudhu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana dikisahkan oleh orang yang menceritakan tata cara berwudhu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Namun terdapat riwayat shahih dari al-Miqdam bin Ma’dikarib:

“Dia membawakan air wudhu untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau lantas berwudhu dan membasuh kedua telapak tangannya tiga kali. Membasuh wajahnya tiga kali, kemudian membasuh kedua tangannya tiga kali. Beliau kemudian berkumur dan (menghirup air ke dalam hidung lalu) menyemburkannya. Setelah itu mengusap kepala dan kedua telinganya…” [Shahih: [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 112)] dan Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (I/211 no. 121).

9. Berdo’a sesudah final berwudhu

Hal ini menurut pada sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam : “Tidaklah seorang di antara kalian berwudhu, kemudian menyempurnakan wudhunya, kemudian berdo’a:

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

“Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak dibadahi dengan benar kecuali Allah. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan saya bersaksi bahwa Muhammad yakni hamba dan utusan-Nya.” Melainkan dibukakan baginya delapan pintu Surga. Dia memasukinya dari arah mana saja yang ia kehendaki.” [Shahih: [Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 143)] dan Shahiih Muslim (I/209 no. 234).

At-Tirmidzi juga menambahkan:

اَللّهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ.

“Ya Allah, jadikanlah saya termasuk orang-orang yang bertaubat. Dan jadikanlah saya termasuk orang-orang yang bersuci.” [Shahih: [Shahiih Sunan at-Tirmidzi (no. 48)] dan Sunan at-Tirmidzi (I/38 no. 55).

Dari Abu Sa’id, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa berwudhu kemudian mengucap:

سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ.

“Mahasuci dan Terpuji Engkau ya Allah. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Engkau. Aku memohon ampunan dan bertaubat kepada-Mu.” Niscaya ditulislah dalam lembaran putih, kemudian dicap dengan sebuah stempel yang tidak akan rusak hingga hari Kiamat.” [Shahih: [At-Targhiib (no. 220)], Mustadrak al-Hakim (I/564). Tidak ada riwayat yang shahih perihal berdo’a ketika wudhu (pada ketika membasuh tiap-tiap anggota wudhu.’-pent.)

10. Mengerjakan Shalat dua raka’at setelahnya
Hal ini menurut pada hadits ‘Utsman Radhiyallahu anhu sesudah mengajari mereka tata cara wudhu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Aku melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu sebagaimana wudhuku ini. Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوُ وُضُوْئِـي هذَا، ثُمَّ قَـامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ لاَ يُحَدِّثُ فِيْهِمَا نَفْسُهُ، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.

“Barangsiapa berwudhu sebagaimana wudhuku ini, kemudian shalat dua raka’at, sedang dia tidak berkata-kata dalam hati (tentang urusan dunia) ketika melakukannya, maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu.”

Dan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Bilal ketika hendak shalat Shubuh, “Wahai Bilal, beritahulah saya amalan yang paling engkau harapkan (pahalanya) yang engkau kerjakan dalam Islam. Karena bahwasanya saya mendengar bunyi kedua sandalmu di hadapanku di Surga.” Dia menjawab, “Tidaklah saya melaksanakan amalan yang paling saya harapkan (pahalanya). Hanya saja, saya tidaklah bersuci, baik ketika petang maupun siang, melainkan saya shalat (sunnah) dengannya apa-apa yang sudah dituliskan (ditakdir-kan) perihal shalatku.” [Muttafaq ‘alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (III/34 no. 1149)] dan Shahiih Muslim (IV/1910 no. 2458).

[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA – Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 – September 2007M]

Sahabat, demi kelangsungan ibadah dakwah, tentunya kami sangat berharap tugas kita semua untuk jangan hanya kita saja yang memahami arti penting dari thaharah sebagai landasan ibadah kita ini. Mari kita bagikan dan teruskan gosip bangga ini kepada sahabat seiman kita yang mungkin saja masih banyak yang belum memahami arti pentingnya thaharah ini. Allah berfirman di dalam Al Qur’an pada Surah Al Ashr :

“Demi Masa (1); Sesungguhnya Manusia itu benar-benar dalam kerugian, (2); kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat menasehati supaya menaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran (3).” [QS. Al Ashr : 1-3].

Semoga kita tidak tergolong dalam golongan insan yang rugi sebagaimana ayat 1 dalam surah Al Ashr di atas. Wallahu A’lam Bishshawab. [Tim Redaksi LangitAllah.com]

Sumber: almanhaj.or.id

Label: , , , , ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda